Senin, 19 Oktober 2009

Dilema Pelayanan Kontrasepsi Bagi Remaja Dan Pra Nikah

Switch to Bahasa Inggris

Program Keluarga Berencana yang dilaksanakan di Indonesia saat ini memerlukan perhatian yang lebih sungguh-sungguh oleh pihak-pihak terkait. Pendekatan yang dilakukan haruslah melalui pendekatan hak individu (right based approach) yang menjamin terpenuhinya hak semua individu, khususnya perempuan untuk mendapatkan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.

Sayangnya untuk kelompok remaja dan wanita yang belum menikah (unmarried woman) tidak terdapat badan atau institusi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk melayani keperluan pelayanan KB dan penyebaran informasi kesehatan reproduksi. Hal ini terungkap saat pemaparan oleh kepala BKKBN Dr. Sugiri Syarief, MPA pada jumpa pers dalam rangka Hari Kontrasepsi Dunia yang diadakan di Jakarta minggu lalu (8/10).

Saat ini terdapat sebanyak 64 juta remaja (usia 10-24 tahun) atau sekitar 28,6 juta persen jumlah penduduk Indonesia. Dari hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia 2007 memperlihatkan adanya satu persen wanita dan 5 persen laki-laki remaja yang setuju bila mwlakukan hubungan seks pra nikah. Bila perilaku ini berlanjut dan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksikurang, maka akan terdapat kemungkinan kehamilan yang tidak diharapkan yang pada ujungnya akan memicu terjadinya aborsi yang tidak aman.

“Dalam hal ini BKKBN tidak dapat melayani kebutuhan remaja dan unmarried woman tersebut karena tidak adanya mandat dan undang-undang yang melegalkan pelayanan bagi mereka,” ungkap Sugiri lebih lanjut. Hal inimenjadi tantangan bagi pembuat eputusan di tingkat legislatif dan semua unsur masyarakat termasuk pemuka agama dalam mencari solusi yang tepat agar program KB Nasional dapat sukses.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar