Senin, 16 Agustus 2010

Puasa dan Analogi Teori Penawaran dan Permintaan (Grafik Supply-demand)


Bagi yang senang belajar ekonomi atau pernah kuliah di ekonomi, melihat dan mengartikan grafik supply-demand (penawaran dan permintaan) tidaklah asing atau sulit. Bagaimana analogi grafik tersebut dengan bulan puasa?

Sumbu Q adalah Quantity (jumlah barang)
Sumbu P adalah Price (Harga barang)

Grafik merah gambar grafik permintaan/demand yang menggambarkan hubungan bahwa semakin banyak pasokan barang di pasaran maka harga akan semakin rendah.
Grafik biru adalah gambar penawaran/supply yang menggambarkan kondisi bahwa semakin banyak jumlah permintaan barang maka harga akan meningkat makin tinggi.

Dalam teori permintaan dan penawaran juga ada istilah yang dinamakan sebagai titik keseimbangan, dimana supply dan demand akan memiliki keseimbangan (equilibium) antara kemampuan pasar menyerap pasokan yang ada di pasaran.

Analogi ini sangat pas terjadi saat kita sedang melakukan ibadah puasa. Hanya saja digambarkan dengan analogi yang mirip, serupa tapi tak sama.

Sumbu Q adalah waktu (T) digambarkan dari subuh sampai maghrib
Sumbu P adalah kualitas (K) digambarkan sebagai variabel kualitas seseorang

Grafik merah dianalogikan sebagai grafik daya tahan tubuh seseorang, dimana makin jauh ia dari waktu subuh maka kondisi fisik cenderung melemah sampai buka puasa saat maghrib.
Grafik biru dianalogikan sebagai grafik kekuatan iman. Kekuatan iman orang puasa di pagi hari sangat lemah dan terus meningkat sampai saatnya berbuka puasa.

Hubungan kedua grafik tersebut penjelasannya demikian, saat pagi hari, biasnya kondisi fisik masih sangat kuat untuk melaksanakan puasa, tetapi sebenarnya tahap inilah yang menentukan, karena pada tahap inilah seseorang sebenarnya memiliki dilema iman yang lemah, sehingga justru umumnya orang yang puasa ingin segera membatalkan puasanya pada tahap awal puasa. Pada akhir waktu puasa (menjelang maghrib), kekuatan iman akan membuatnya bertahan untuk menyelesaikan puasa sampai saat berbuka, meskipun kondisi fisiknya sudah jauh melemah. Sepertinya sayang untuk membatalkan puasa ketika waktu berbuka sudah dekat.

Equilibrium dalam teori analogi ini juga bisa dianalogikan pada anak-anak yang sedang belajar puasa. Mengapa biasanya anak-anak yang sedang belajar puasa selalu mengambil waktu dhuhur sebagai titik berbuka atau waktu ashar sebagai titik keseimbangan kedua untuk berbuka puasa? Itulah titik equilibrium anak-anak...

Lalu akankan sebagai pribadi yang dewasa kita hanya akan mengikuti equilibrium anak atau hanya sekedar memperturutkan diri untuk segera berbuka puasa?

1 komentar:

  1. wah info baru.. monggo kunjungi juga info baru di http://www.puanworld.com

    BalasHapus